Saya mulai mengenal dan mengingat
orang diluar keluarga saya sebagai guru ketika menginjak usia lima tahun. Taman
kanak-kanak merupakan tempat saya mulai bersekolah. Orang-orang bilang saya
ini termasuk anak yang moody-an karena
sering kabur dan tidak sampai sekolah alias mogok sekolah. Di masa ini saya
memiliki ingatan yang menyenangkan di masa sekolah. Saya tidak pernah mengingat
ada guru yang memarahi atau menghukum saya dengan keras ketika saya tidak
mengerti dengan peraturan yang harus saya jalani. Guru-guru memberikan saya
sebuah kenangan masa-masa indah bermain di TK yang membuat saya ingat dan
ketika dewasa ingin mampir ke sekolah saya itu padahal saya termasuk siswa yang
agak sulit diatur dan nakal.
Usia sekolah saya lanjutkan dari
sekolah dasar hingga SMA. Di sekolah
dasar juga terkadang saya memiliki kenangan tersendiri dengan guru-guru. Saya
ingat kalau dulu saya tidak mau diam dan berlari-lari bermain kucing-kucingan.
Sebelumnya, kami sudah diperingatkan untuk tidak bermain diluar lapangan sekolah.
Alhasil kaki saya terjebak di sebuah lubang. Saya menangis. Gurulah yang
pertama kali menenangkan saya di kantor guru sebelum orang tua saya datang ke
sekolah. Dan lagi-lagi saya merasa ingin kembali ke masa ini ketika saya
melewati sekolah saya. Begitu pula di SMP, saya termasuk siswa yang biasa saja
di kelas. Saya pernah mendapatkan nilai 4 di mata pelajaran PPKN tapi guru saya
tidak mengatakan saya bodoh atau menghukum saya. Beliau memberikan saya
kesempatan untuk mengiktui ujian remedial untuk memperbaiki nilai itu dengan
wajah yang ramah.
Selain itu, di SMA saya pernah
mendapatkan nilai sebuah mata pelajaran IPA dibawah rata-rata sehingga semangat
untuk belajar pun hilang. Namun, seorang guru memberikan gaya mengajar yang
berbeda dari guru-guru yang lain. Saya ingat kata-kata beliau di pertemuan
pertama kami bahwa belajar itu sistemnya memberi dan menerima. Beliau akan
memberikan yang terbaik untuk mengajar kami dengan syarat beliau mendapatkan
hasil kerja kerasnya berupa nilai-nilai dan proses kerja keras kami untuk
belajar dalam memahami pelajaran yang beliau ajarkan. Saya merasakan bahwa guru
yang menghargai upaya saya dalam mengerjakan tugas dengan memeriksa serta
memberikan masukan kepada saya dapat membuat saya lebih baik dan bersemangat
untuk mengikuti kelasnya.
Selain itu, saya pernah menonton
sebuah drama dari Jepang mengenai siswa-siswa yang dianggap hopeless untuk bisa
melanjutkan pendidikan karena mereka sangat kurang dalam semua mata pelajaran.
Namun, berkat kepercayaan dan arahan pendidikan yang tepat mereka mampu untuk
mendobrak pandangan-pandangan negatif bahwa mereka bukanlah siswa yang pandai.
Berbagai metode kreatif mereka gunakan untuk menarik minat siswa dan membuat
siswa mampu untuk menghadapi kelemahan mereka.
Berdasarkan pengalaman dan
beberapa drama yang saya lihat saya menyimpulkan bahwa peran guru sebagai
pendidik adalah mereka yang dapat menyesuaikan karakteristiknya dengan
karakteristik siswa sehingga siswa merasa nyaman dan bersemangat untuk
menjalani aktivitas di kelasnya dan selalu ingin kembali berjumpa dengan kelas
tersebut. Kepercayaan dan pandangan positif dari guru terhadap siswalah bahwa
mereka memiliki potensi untuk berhasil yang mampu mengantarkan mereka menjadi
generasi penerus bangsa. Begitulah peran guru dimata saya.. Seorang pendidik
yang percaya, melihat, dan menggerakkan siswa sebagai individu yang memiliki
potensi positif. Peran sebagai pendidik memang bukanlah hal yang mudah, namun
beberapa guru berhasil menunjukkan nilai dan peran seperti itu dimata saya
sebagai siswa ketika saya masih menjalani masa-masa sekolah.
Lalu bagaimanakah peran guru dimata para siswanya saat ini?.